Lilin dalam bahasa Inggris disebut Candle yang diserap dari bahasa Latin Cardere
yang berarti Kelap-kelip. Lilin sudah dikenal oleh bangsa Mesir sejak
3.000 tahun sebelum Masehi. Orang Yahudi setiap Jumat sore 18 menit
sebelum matahari terbenam selalu menyalakan lilin untuk menyambut
dimulainya hari Sabat. Pada jaman Dinasti Sung (960-1279) mereka
menggunakan lilin sebagai jam waktu. Dengan cara jam-lilin yang diikat
dengan logam berat. Begitu lilin habis terbakar, benda berat itu
terjatuh ke dalam wadah, yang serentak menghasilkan bunyi nyaring dan
keras. Lilin selain bisa digunakan sebagai alat penerang bisa digunakan
juga sebagai alat terapi (Candle Healing).
Pada saat sekarang ini Lilin dan Natal sudah merupakan satu kesatuan
yang sukar untuk bisa dipisah lagi. Rasanya kalau kita merayakan Natal
tanpa adanya Lilin berarti ada sesuatu yang kurang. Maka tidaklah
heran apabila omset penjualan Lilin di Eropa 45% dilakukan pada saat
menjelang Natal. Sebenarnya tidak ada satu ayatpun dalam Alkitab yang
mengkaitkan antara Lilin dan Natal. Budaya Lilin ini diambil dari sejak
jaman Rumawi ketika mereka merayakan pesta Saturnalia (penyembahan Dewa Saturn).
Bagi umat Kristen, lilin itu merupakan simbol dari kelahiran Yesus yang membawakan terang ke dalam dunia ini. Yoh 1:5
Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak
menguasainya dan (9a) Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap
orang,… Disamping itu kehadiran malaikat membawa kabar gembira bagi
para gembala di padang di mana kemuliaan Tuhan bersinar terang di
tengah malam (Lukas 2:8-12) merupakan analogi terhadap peran Yesus sebagai terang dunia.
Lilin dapat membawa terang untuk melawan kegelapan. Terang selalu
menguasai kegelapan dan tidak pernah ditelan oleh kegelapan, betapapun
kecilnya terang itu. Lilin itu ikhlas berkorban membakar dirinya
sendiri agar dapat menjadi
terang. Tanpa pengorbanan, sulit menjadi terang. Lilin melambangkan
keberanian untuk memberikan terang. Dan mereka yang berada di dalam
kegelapan pada suatu saat pasti akan membutuhkan terang.
Umat Katolik sering menyalakan Lilin sambil berdoa. Lilin yang
menyala melambangkan suatu kurban, yang dilakukan sekaligus dengan
mempersembahkan doa dan menerima kehendak Tuhan. Sedangkan lilin
liturgi misalnya untuk Paskah minimum 51% bahan dasarnya harus dari
lilin lebah. Menurut St. Agustinus, lilin lebah merupakan lambang tubuh
Kristus, lambang kemanusiaan-Nya yang lahir dari seorang perawan
(seperti lilin lebah yang dihasilkan oleh lebah); sumbunya adalah jiwa
Kristus; dan nyala api adalah pikiran-Nya.
Lilin dalam dekorasi Advent Krans pada umumnya terdiri dari lima
lilin. Setiap minggu yang dilewati dinyalakan satu lilin, selama empat
minggu berturut-turut. Simbol warna lilin yang digunakan adalah tiga
lilin warna ungu sebagai lambang penyesalan dan pertobatan. Satu lilin
merah melambangkan sukacita. Sedangkan lilin besar yang ditengah
berwarna putih melambangkan Lilin Kristus. Lilin ini baru dinyalakan
pada hari Natal.
Alkisah ada Empat Lilin yang sedang menyala dengan kelap-kelip
kecil. Apabila kita datang dengan menghampirinya secara perlahan, kita
akan bisa mendengar suara lilin itu berbicara dengan lembut. Lilin
Pertama: “Aku adalah Damai, hanya sayangnya tidak ada lagi membutuhkan
sinarku. Aku merasa lelah” Api lilin tersebut mulai mengecil dan
khirnya padam.
Lilin Kedua: “Aku adalah Kepercayaan, tetapi tidak ada lagi yang
bisa dipercaya. Aku merasa sedih dan kecewa” Setelah itu datanglah angin
lembut yang menghembus padam Lilin tersebut.
Setelah itu Lilin Ketiga pun turut berbicara: “Aku adalah Harapan.
Tetapi sekarang ini sudah tidak ada yang bisa diharapkan lagi. Mereka
telah berubah menjadi egoist. Dimana mereka lebih saling mementingkan
diri sendiri daripada sesamanya.” Akhirnya padam pulalah Lilin yang
ketiga ini.
Setelah ketiga Lilin tersebut padam datanglah seorang anak kecil.
“Kenapa ketiga lilin ini padam?” Melihat itu ia merasa bersedih hati.
Berserulah Lilin yang ke empat: “Aku adalah Kasih, selama aku masih
menyala. Aku dapat membagikan api kasihku kepada mereka yang telah
padam agar bisa menyala kembali.”
Setelah itu diambilah lilin yang ke empat oleh anak tersebut untuk
menyalakan kembali, ketiga lilin yang telah padam. Dengan api kasih,
kita dapat menghidupkan kembali rasa damai, kepercayaan maupun harapan
yang telah padam. Agar mereka bisa menyala dan terang kembali. Tidak
percaya? Cobalah, karena Natal adalah waktu yang tepat untuk saling
berbagi kasih dan menyalakan kembali api yang telah padam.
Selamat Hari Natal untuk para pembaca dan rekan-rekan yang budiman.
Disamping itu dengan ini juga saya mohon maaf, apabila ada pembaca yang
merasa tersinggung ataupun merasa kurang nyaman pada saat membaca
oret-oretan saya. Artikel ini adalah tulisan Mang Ucup yang yang
terakhir untuk tahun 2009, sebab saya akan pergi berlibur dahulu untuk
beberapa hari yang mendatang ini. Sampai jumpa kembali di tahun 2010.
Mang Ucup
Email: mang.ucup<at>gmail.com
Homepage: www.mangucup.org
Rindu untuk menjadi berkat bagi orang lain & bertumbuh bersama di dalam Tuhan Yesus... Kita adalah saudara di dalam Tuhan Yesus.... Tuhan Yesus Kristus memberkati dan mengasihi kita semua...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TERPOPULER
KATEGORI
admin
(28)
ARTIKEL
(10)
FOTO
(6)
GAMBAR
(14)
GIZI untuk ROHANI
(36)
HP
(4)
HUMOR
(8)
KARTU UCAPAN
(8)
KEGIATAN
(7)
KESEHATAN
(19)
KHOTBAH
(12)
Lagu Rohani Kristen
(11)
MOTIVASI
(25)
NATAL
(30)
PASKAH
(1)
PELAYAN TUHAN
(8)
PENGETAHUAN
(70)
POTRET
(2)
RENUNGAN
(73)
software
(9)
TABERNAKEL
(18)
TIPS
(5)
Youth
(56)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar