KASIH KARUNIA vs HUKUM TAURAT
Kasih
adalah salah satu sifat dasar Allah, tetapi apabila kasih itu
dihubungkan dengan orang-orang berdosa maka menjadi kasih karunia. Kata
”kasih karunia” diterjemahkan dari kata Yunani ”Charis” yang dapat
diartikan sebagai: kasih karunia, anugerah, pemberian, rahmat atau belas
kasihan. Dalam konteks soteriologis maka kasih karunia berarti
keselamatan yang sama sekali terpisah dari jasa-jasa kita atau oleh
karena perbuatan baik kita. Keselamatan bukan terjadi sebagai “hasil
pekerjaan” kita karena pekerjaan penyelamatan telah diselesaikan di atas
kayu salib. Ini adalah pekerjaan yang dilakukan oleh Allah bagi kita
dan Yesus telah melakukannya dengan kasih karunia-Nya.
Coba
sejenak pertanyaan di bawah ini kita cermati. Dengan apakah seseorang
bisa mendapatkan sesuatu? Saya melihat ada tiga cara yang dapat
ditempuh. Pertama, dengan cara halal atau tidak berdosa. Misal, saya
berkeinginan untuk memiliki sebuah televisi maka saya bekerja di sebuah
perusahaan dan honor yang saya peroleh saya gunakan untuk membeli sebuah
televisi. Ini namanya memperoleh sesuatu dengan cara halal. Cara yang
kedua, dengan cara haram atau dengan cara berdosa. Seperti halnya
pencuri yang menyusup ke dalam rumah untuk mengambil sebuah televisi.
Inilah yang dinamakan memperoleh sesuatu dengan cara tidak halal. Cara
yang ketiga adalah dengan cara diberi secara cuma-cuma atau kasih
karunia. Saya mendatangi anda lalu memberikan secara cuma-cuma sebuah
televisi sehingga anda memiliki sebuah televisi. Karena berupa
pemberian, maka anda tidak perlu untuk membayarnya, tetapi anda bisa
saja menolak atau tidak sudi untuk menerimanya.
Bila kita
hubungkan dengan keselamatan kekal, cara manakah yang paling tepat untuk
memperoleh hidup kekal? Mungkinkah dan dapatkah manusia manusia berdosa
meraih hidup kekal dengan cara halal? Saya jamin tidak, karena manusia
punya kecendrungan untuk berdosa, baik secara sengaja maupun tidak
sengaja. Dosa yang menyebabkan manusia tersesat (Mat. 18:11 ; Luk.
15:4,8,24). Jika tidak mendapat pengampunan, maka dosa menyebabkan
manusia menjadi binasa (Rm. 3:23; 6:23; Yoh. 3:16; 1 Yoh. 1:9).
Bila kita mengacu kepada cara yang kedua yaitu dengan cara haram maka
sudah pasti manusia tidak akan mungkin dan tidak akan dapat beroleh
hidup yang kekal. Sesuatu yang haram dan berdosa tidak akan pernah
membuat manusia beroleh hidup yang kekal. Karena itu, cara yang paling
tepat dan logis untuk beroleh hidup yang kekal hanyalah dengan cara
diberi secara cuma-cuma oleh karena kasih karunia Allah.
Kata
Yunani yang seharusnya diterjemahkan “dengan cuma-cuma” dalam Yohanes
15:25 oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) diterjemahkan menjadi “tanpa
alasan”. Terjemahan ini sangatlah tepat karena kita dibenarkan tanpa
alasan! Tidak ada satupun dalam diri manusia yang membuat ia pantas atau
layak menerima keselamatan dari Allah. Semua ini karena kasih karunia,
diberi secara cuma-cuma.
Keselamatan kekal adalah pemberian bukan
pahala. Oleh karena itu janganlah kita sampai menyia-nyiakannya (band.
Ibr. 2:3). Secara eksplisit Alkitab memberi penegasan bahwa yang
terpenting bukanlah sekedar memiliki keselamatan, melainkan juga
mengerjakan keselamatan dengan sikap takut dan gentar (Flp. 2:12). Dan
Allah mengendaki agar orang yang telah diselamatkan itu hidup di
dalamnya (band Ef. 2:10; Gal. 5:13).
Mari kita maknai lebih
dalam lagi. Mengapa kasih karunia Allah bersifat penting? Apa yang
menjadi dasar kasih sehingga karunia itu dinyatakan kepada manusia
berdosa? Ada tiga hal secara mendasar bila saya melihatnya. Pertama,
karena kasih karunia Allah maka manusia dapat terbebas dari belenggu
dosa dan diperdamaikan dengan Allah. Standar Allah bukanlah standar
moral seperti yang ditekankan oleh Hukum Taurat melainkan standar kasih.
Hukum Taurat diberikan bukan untuk menyelamatkan manusia, melainkan
untuk menunjukkan kepada manusia bahwa ia perlu diselamatkan (Rm.
4:14-15). Manusia berdosa diselamatkan bukan karena ia terlepas dari
kesalahan hukum Taurat karena tidak seorangpun yang dibenarkan di
hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat (Gal. 5:4). HukumTaurat
tidak menyelamatkan manusia, tetapi hanya membuat manusia mengenal dosa
(band. Rm. 3:20). Pengenalan terhadap hakekat dosa akan menyadarkan
manusia betapa dahsyatnya akibat dari dosa tersebut.
Hukum
Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Yesus Kristus datang seperti
yang telah dijanjikan-Nya itu supaya kita dibenarkan oleh iman (Gal.
3:19-24). Jadi pembenaran orang berdosa bukan karena melakukan hukum
Taurat, tetapi karena kasih karunia (Ef. 2:8-9) oleh karena ia beriman
kepada Yesus Kristus sebagai juru selamatnya secara pribadi (Rm.
1:17-18; Gal. 3:11). Intinya, hukum Taurat itu menunjukkan bahwa manusia
butuh Juru selamat. Dan Yesus Kristus adalah kegenapan dari Hukum
Taurat itu (Rm. 10:4; 8:1-4; 2 Kor. 5:21)
Dosa tidak akan
pernah dapat diselesaikan oleh manusia secara pribadi. Malah bila
dibiarkan maka manusia makin berdosa dan bertambah jahat. Setelah
manusia jatuh dalam dosa, Allah sendiri yang berinisiatif untuk menebus
manusia dari keberdosaanya (lihat Kej 3:15 band. Yes 7:14; 9:5;
52:13-53:12; Mi. 5:1; Mat. 1;23; Yoh. 3:16; Rm. 6:23). Karena Allah
mengetahui secara pasti bahwa manusia tidak dapat menyelesaikan
persoalan dosa, maka Ia menyatakan kasih karunia-Nya. Tanpa kasih
karunia maka status saya dan saudara tetap sebagai tawanan atau budak
dosa dan akan menjadi korban penghukuman akibat dari perbuatan dosa.
Kedua, Allah menginginkan semua manusia diselamatkan (lihat 1 Tim.
2:4). Karena kasih karunia maka Allah tidak menghendaki siapapun untuk
binasa. Yang dikehendaki oleh Allah adalah supaya semua orang
diselamatkan (lihat 1 Tim. 2:4) dan memberi kesempatan kepada setiap
orang untuk beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16; 2 Ptr. 3:15). Kematian
Kristus di kayu salib adalah tindakan Allah untuk merealisasikan
keselamatan bagi manusia berdosa. Tetapi realisasi ini butuh pengakuan
dan respon dari manusia berdosa dalam menanggapi keselamatan yang
ditawarkan kepadanya. Manusia berdosa hanya dituntut untuk mengakui
dengan mulutnya dan percaya dengan segenap hati kepada Yesus Kristus
maka ia diselamatkan (band. Rm. 10:9-10). Bila disimpulkan maka kematian
Kristus di kayu salib tawarkan untuk semua manusia, tetapi berlaku
hanya bagi yang percaya kepada-Nya (band. Yoh. 3:16; 14:6; Kis. 4:12).
Bukan universalime, melainkan universalitas.
Perbuatan baik
atau kesalehan hidup tidak akan pernah dapat membuat manusia berdosa
beroleh keselamatan. Kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik
karena perbuatan baik yang kita perbuat tidak akan pernah mampu untuk
membayar atau menebus dosa yang telah kita perbuat. Perbuatan baik
adalah buah dari keselamatan, bukan sarana keselamatan (baca Ef.
2:8-10). Karena itu orang yang sudah diselamatkan layak untuk berbuahkan
kebaikan dan memang sepatutnya adalah demikian.
Mungkin anda
berkata kalau karena kasih karunia kita diselamatkan, apa pentingnya
lagi kita berbuat baik, mencari pahala atau mengejar mahkota? Alkitab
menegaskan bahwa di surga nanti kita akan berhadapan dengan Yesus yang
duduk di takhta-Nya. Di hadapan takhta-Nya itulah kita akan melemparkan
pahala atau mahkota yang kita peroleh saat hidup di dunia ini. Kita
melakukannya sebagai suatu pujian dan pengaguman kepada Yesus Kristus
yang telah menyelamatkan kita (lihat Why. 4:10). Kalau kita tidak
memiliki mahkota, apa yang akan kita lemparkan nanti di surga saat
menghadap takhta-Nya?
Ketiga, Allah ingin menyatakan kasih-Nya
yang besar kepada manusia berdosa (Yoh. 3:16). Karena kasih maka Allah
mengampuni orang-orang berdosa, tetapi keadilan Allah menuntut
konsistensi Allah untuk menyatakan keadilan-Nya. Allah tidak dapat
melanggar ketetapan-Nya sendiri atau mengingkari sifat-Nya sama sekali.
Secara adil maka Allah akan menghukum manusia karena dosa yang telah
diperbuatnya (lihat Kej. 3:16-19). Dan maut adalah upah atas dosa yang
telah diperbuat oleh manusia (Rm. 6:23).
Tetapi jangan pernah
diabaikan bahwa Allah yang maha adil itu (Mzm. 7:12; Yes. 30:8; Yoh.
17:25; I Yoh. 2:1), juga adalah Allah yang maha kasih (Yoh. 3:16; 1 Yoh.
4:8). Kasih dan keadilan Allah berjalan bersamaan, tanpa mengurangi dan
kontradiksi satu sama lain. Seperti keadilan yang telah dinyatakan-Nya,
maka secara otomatis kasih Allah juga dinyatakan atas manusia berdosa.
Untuk mewujudkan kasih-Nya maka Allah sendiri yang melakukan prakarsa
untuk menyelamatkan manusia berdosa. Tidaklah mungkin Allah membiarkan
manusia sementara Dia sendiri mengetahui secara pasti bahwa manusia
tidak akan pernah mampu untuk menyelamatkan dirinya dari belenggu dosa.
Adalah suatu kesombongan bila manusia beranggapan dapat menyelesaikan
persoalan dosa dengan kesalehan atau melalui perbuatan baiknya.
Alkitab tegas mengatakan bahwa kematian Kristus di kayu salib
membenarkan manusia berdosa, ”Oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan
cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus” (Rm. 3:24 band. Rm.
6:23; Ef. 2:8-9). Kasih Allah itulah yang menutupi segala dosa (band. 1
Kor. 13:7). Kasih Allah adalah dasar dari pembenaran terhadap orang
berdosa. Nah, bagaimana Allah yang kudus itu dapat membenarkan
orang-orang berdosa? Lalu apa langkah yang ditempuh oleh Allah terkait
dengan kedua sifat-Nya itu, yakni: kasih terhadap orang berdosa dan
keadilan ditegakkan bagi orang berdosa? Bagaimana Allah dapat bersifat
adil, tetapi juga menyelamatkan orang berdosa sebagai wujud dari
kasih-Nya? Jawabannya ada dalam diri Yesus Kristus. Salib adalah bukti
bahwa Yesus menanggung murka Allah di Golgota untuk menebus manusia
berdosa sekaligus menyatakan kasih-Nya. Dan Yesus memenuhi fakta-fakta
hukum Allah secara sempurna dan juga sempurna dalam mengungkapkan kasih
Allah bagi umat manusia ciptaan-Nya.
Dua kisah di bawah ini
cukup representatif untuk menolong kita dalam memahami prinsip kasih
karunia. Dr. G. Campbell Morgan sedang berusaha menjelaskan “Keselamatan
yang cuma-cuma” kepada seorang penggali tambang batu bara, tetapi
penggali tambang itu tetap saja tidak dapat memahaminya. Sambil tetap
ngotot mempertahankan pendapatnya ia tetap mendebat Dr. Morgan dengan
berkata, “Saya harus membayar untuk memperolehnya.”
Berkat
hikmat dari Allah lalu Dr. Morgan melontar pertanyaan, “Bagaimana anda
dapat menuruni tambang tadi pagi?” “Mudah sekali,” jawab orang itu.
“Saya hanya masuk ke dalam lift, lalu turun.” Kemudian Dr. Morgan
berkata, “Sangat mudah, bukan? Anda tidak harus membayar sesuatu untuk
itu.” Penambang itu tertawa. “Tidak, saya tidak usah membayar apa-apa,
tetapi perusahaan tentunya mengeluarkan banyak biaya untuk mengadakan
lift di penambangan ini.” Akhirnya penggali tambang itu dapat melihat
kebenaran Allah sambil berkata: “Saya tidak membayar sesuatu apa pun
untuk diselamatkan, tetapi Allah membayarnya dengan hidup Anak-Nya.”
Pada abad ke-20, Kaisar Tsar Rusia pernah digoncang kepemimpinannya
oleh kelompok revolusioner yang dipimpin oleh seorang pejuang bernama
Shamila. Shamila dan kelompoknya hidup mengembara dan berpindah pindah
untuk maksud menggulingkan Tsar Rusia.
Dalam suatu peristiwa
seorang bawahan Shamila datang ke tendanya untuk melaporkan bahwa
persedian makanan mereka telah dicuri. Shamila kesal bukan kepalang
karena persediaan makanan sangat terbatas. Segera ia mengumpulkan semua
anggotanya dan menyatakan sebuah keputusan bila tertangkap basah mencuri
makanan maka akan menerima hukuman cambuk dan harus disaksikan oleh
semua anggota agar tidak ikut-ikutan mencuri. Tidak lama setelah Shamila
mengeluarkan ketetapan, pengawalnya datang menghadap kembali untuk
memberitahukan bahwa makanan kembali dicuri tetapi pencurinya sudah
tertangkap.
Tragisnya yang tertangkap sebagai pencuri itu
adalah ibu kandung Shamila sendiri. Selanjutnya, apa yang terjadi?
Apakah Shamila akan membebaskan ibunya karena ia sangat mengasihi ibunya
itu atau sebaliknya membiarkan ibunya dicambuki di depan mata kepalanya
sendiri. Tentulah Shamila mengalami dilema dan konflik batin. Menurut
Anda apa yang akan dilakukannya? Bila Shamila membebaskan ibunya sebagai
bukti kasih pada orang yang dikasihinya maka pengikutnya akan
menganggap ia sebagai pemimpin yang tidak adil. Atau sebaliknya, bila ia
mencambuki ibunya maka orang-orang akan mengatakan bahwa ia tidak
mengasihi ibunya. Seluruh pengikutnya menantikan bagaimana tindakan
Shamila dalam mengatasi problema yang terjadi. Di depan banyak orang
Shamila melepaskan pakaiannya dan memerintahkan agar pengawal mencambuki
dirinya. Tindakan seperti ini dilakukan oleh Shamila karena didasari
oleh kasihnya kepada ibunya, tetapi juga sekaligus menyatakan keadilan
yang harus ditegakkan.
Hal seperti itulah yang dilakukan oleh
Allah kepada manusia berdosa ciptaan-Nya. Allah sendiri yang turun
tangan untuk mengatasi problema dosa. Yesus rela memberi diri-Nya untuk
menderita di kayu salib agar keadilan Allah atas dosa dapat ditegakkan
dan kasih Allah atas manusia berdosa juga sekaligus dinyatakan sehingga
umat yang dikasihi-Nya beroleh hidup yang kekal. Allah itu kasih (1 Yoh.
4:8, 16). Ia penuh anugerah dan mengetahui secara pasti bahwa manusia
membutuhkan kasih karunia karena tak satupun manusia mampu melepaskan
diri dari jerat dan hukuman dosa. Pertanyaannya, maukah kita menerima
kasih karunia itu dan hidup di dalamnya?(sumber: tulisan Pdt. Rudi Sirait di Artikel STTII Surabaya)
PENULSAN INI SANGAT MEMBAHAYAKAN IMAN KRISTEN, BERDIRI PADA KAKI SEBELAH, KARENA TIDAK MENEGRTI APA ITU KASIH KARUNIA DAN APA ITU HUKUM TAURAT. PDT. THOMAS TETELEPTA
BalasHapusJIka anda berpendapat hukum taurat sudah dibatalkan, mengapa Paulus sendiri mengatakan Kami tidak membatalkan hukum Taurat karena iman!
BalasHapusRoma 3:31 Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya.
mengertikah anda maksud dari kata meneguhkannya? jika anda tidak mengerti kata ini maka ayat yang anda angkat untuk membenarkan hukum taurat sudah di batalkan dan yang adalah tulisan dari orang yang sama akan bertentangan satu sama lain. mengapa saya katakan berdiri pada kaki sebelah? sebab anda hanya mengangkat "sudah dibatalkan" dan tidak mengangkat "kami tidak membatalkan". saya pdt Thomas Tetelepta, sedang menyelesaikan buku yang berjudul "TANAMAN YANG TIDAK DITANAM OLEH BAPA HARUS DICABUT DENGAN AKAR-AKARNYA" buku ini ditulis secara terperinci untuk menjelaskan hukum Taurat dan kasih karunia, keselamatan dlm hukum Taurat, dan keselamatan dalam kasih karunia, memisahkan Kristen non Yahudi dengan Kristen Yahudi, Kristen Yahudi, kembali ke hukum Taurat, Kristen non Yahudi menggunakan hukum Tauran dimasa Kasih Karunia. mulai diseminarkan bukan Oktober 2016, untuk menjelaskan kekeliruan penfsiran dari pengajar Grace.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus